Senin, 02 November 2009

MENINGKATKAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT

Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat
Kebijakan
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, pemahaman, dan penerapan
perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Meningkatkan kualitas sumber daya, manusia lingkungan, prasarana
dan sarana kesehatan.
3. Meningkatkan kualitas lembaga dan pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai sasaran tersebut dilaksanakan melalui bidang tenaga
kerja dengan program – program sebagai berikut :
1. Program Perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat.
2. Program Perbaikan Gizi.
3. Program upaya kesehatan.
Berdasarkan capaian indikator kinerja yang terdiri dari 40 indikator
yang dapat memperlihatkan capaian kinerja sasaran tersebut, secara
umum dapat disimpulkan sangat berhasil dengan rata-rata tingkat
capaian indikator sebesar 100 %.
Adapun indikator-indikator yang mewakili tingkat capaian kinerja
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan peran lintas sektoral dalam pembinaan PHBS
sebanyak 40 orang atau 100 % dari target 40 orang .
2. Meningkatnya kualitas kesehatan sekolah sebesar 0,95 % atau
100 % dari target 0,95 %.
3. Meningkatnya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat
sebesar 93,38 % atau 156,63% dari target 60 %.
4. Meningkatnya kualitas hasil kegiatan PHBS sebesar Strata
PHBS lebih dari 65 % atau 100 % dari target PHBS > 65 %
5. Meningkatnya kegiatan pemberdayaan kader posyandu sebesar
0,2% atau 100 % dari target 0,20 %
6. Meningkatnya pengetahuan penghuni lapas tentang dampak buruk
penyalahgunaan napza dari sudut kesehatan sebesar 60 % atau
100 % dari target 60 %.
7. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang upaya pencegahan
dan penanggulangan penyalahgunaan napza sebesar 60 % atau 100
% dari target 60 %.
8. Anak umur 0-5 tahun balita ditimbang sebanyak 86,19 % atau
107,7 % dari target 80 %.
9. Angka kesakitan penyakit malaria di tahun 2005 sebesar 0,007
% atau 165 % dari target 0,02%.
10.Angka kesakitan penyakit DBD sebesar 0,03 % atau 150 % dari
target 0,06%.
11. Angka kesakitan Pes sebesar 0% atau 100% dari target 0%.
12.Angka kesembuhan TB Paru sebesar 75% atau 88,24% dari target
85%.
13.Angka kesakitan diare pada semua umur sebesar 1000 penduduk
terdapat 16 orang yang terkena penyakit atau 143,75% dari
target 23/1000 penduduk.
14. Angka kesakitan IPSA pada balita kurang dari 10% atau 100%
dari target kurang dari 10%.
15. Angka kesakitan kusta sebesar kurang dari 1/10000 jumlah
penduduk atau 100% dari target.
16.Angka kesakitan antraks sebesar 0% atau 100% dari target 0%
17.Tertanggulanginya KLB keracunan makanan, penyakit dan
kedaruratan lainnya sebesar 90% atau 100% dari target 90%.
18.Tingkat paparan pestisida sebesar 237 petani atau 98,75%
dari target 240 petani.
19.Terlindungi bayi dari PD3I sebesar 15.415 atau 124.65 %
dari target 12.366 bayi dan terlindungnya ibu hamil dari PD3I
sebesar 11.314 atau 83.17 % dari target 13.602 ibu hamil
sehingga capaian kinerja bayi dan ibu hamil yang
terlindungnya, sebesar 103,91 %.
20.Ditemukannya 2 kasus AFP dan 30 kasus campak atau 100 % dari
target 2 kasus APF dan 30 kasus campak
21.Data epidemologi penyakit menular dan tidak menular dapat
diketahui secara cepat dan akurat di RS dan Puskesmas
sebanyak 52 minggu di 7 rumah sakit dan 24 puskesmas atau 100
% dari target 52 minggu di 7 rumah sakit dan 24 puskesmas.
22. Meningkatnya kualitas kesehatan bagi masyarakat rawan
sebanyak 25 panti atau 100 % dari target 25 panti.
23.Diketahuinya permasalahan & pemecahan masalah prog KIA di
Kabupaten sebanyak 24 puskesmas atau 100 % dari target 24
puskesmas.
24.Bantuan APE untuk Posyandu sebanyak 48 pos yandu atau 141,18
% dari target 34 pos yandu .
25.Diketahuinya permasalahan dan pemecahan masalah GSI di Kab.
Sleman sebanyak 20 orang lintas sektoral atau 100 % dari
target 20 orang lintas sektoral.
26.Diketahuinya permasalahan dan pemecahan masalah GSI di
Kecamatan sebanyak 4 kecamatan atau 100 % dari target 4
kecamatan.
27.Diketahuinya permasalahan dan pemecahan masalah SPK di Kab.
Sleman sebanyak 6 BPS atau 100% dari target 6 BPS.
28.Diketahuinya permasalahan dan pemecahan masalah Polindes di
Kab. Slm sebanyak 25 polindes atau 100 % dari target 25
polindes.
29.Terealisasinya bantuan dan pembinaan terpadu dengan Linsek
sebanyak 3 puskesmas atau 75 % dari target 4 puskesmas.
30.Tersedianya data KIA sebanyak 24 puskesmas atau 100 % dari
target 24 puskesmas .
31.Terbentuknya Tim DTPS-MPS Kabupaten dalam rangka menekan AKI
& AKB sebanyak 1 tim DTPS-MPS atau 100 % dari target 1 tim
DTPS-MPS.
32.Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas Puskesmas
tentang PONED sebanyak 24 bidan atau 100 % dari target 24
bidan.
33.Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas Puskesmas
tentang Penanganan Asuhan Paska Abortus sebesar 30 bidan atau
100 % dari target 30 bidan.
34.Terdeteksinya penyebab kesakitan/kematian ibu dan bayi
sebanyak 12 kasus atau 100 % dari target 12 Kasus.
35.Mengetahui perilaku bumil dan keluarga dalam memanfaatkan
dan menggunakan buku KIA sebanyak 1720 orang atau 100 % dari
target 1720 orang.
36.Tersedianya buku pegangan KR dan KB sebanyak 300 Exp atau
100 % dari target 300 Exp.
37.Terdeteksinya kanker leher rahim secara dini bagi Gakin
sebanyak 1120 gakin atau 100 % dari target 1120 gakin.
38.Meningkatnya wawasan, keterampilan guru sebanyak 48 guru
atau 100 % dari target 48 guru.
39.Meningkatnya wawasan, keterampilan petugas Puskesmas
sebanyak 48 petugas puskesmas atau 100 % dari target 48
petugas puskesmas.
40.Meningkatnya pengetahuan KRR pada siswa sebanyak 720 siswa
atau 100 % dari target 720 siswa.
Keberhasilan capaian kinerja tersebut antara lain terlihat pada
kualitas kegiatan meningkatnya perilaku hidup bersih dan sehat
dimasyarakat sebesar 93,38 % atau 156,63 % dari target 60 % hal ini
disebabkan antara lain :
1. Kesadaran masyarakat akan Pola hidup Bersih Sehat (PHBS) dan
perilaku hidup bersih dan sehat dimasyarakat cukup tinggi.
2. Adanya penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan
masyarakat.
3. Setiap 6 bulan sekali dilakukan survey ke masyarakat.
Kemudian pada angka kesakitan malaria di Tahun 2005 sebesar 0,007 %
atau 165% dari target 0,02%. Keberhasilan ini disebabkan antara lain
dilaksanakannya :
1. Setiap ada kasus dilakukan penyelidikan epidemiologi ke
lokasi penderita dengan pengambilan sediaan darah malaria
masyarakat sekitar penderita.
2. Pengobatan penderita.
3. Deteksi dini dengan pengambilan sediaan darah bagi
pendatang dari daerah endemis malaria dan orang yang baru
datang/pulang dari daerah endemis (misal: tentara yang
pulang dari Aceh, Ambon).
4. Pengobatan pencegahan bagi orang yang akan pergi ke daerah
endemis malaria.
5. Penyuluhan – penyuluhan.
6. Pertemuan koordinasi ditingkat desa dan kecamatan untuk
pemberantasan malaria.
7. Penyemprotan rumah (indoor residual spraying) didaerah
endemis (Turi dan Mlati).
8. Koordinasi lintas batas dengan wilayah perbatasan (Kota,
Klaten, Kulonprogo, Magelang).
Dengan berbagai kegiatan tersebut berhasil ditekan sehingga jumlah
kasus masih dibawah batas aman (0,02%) yaitu 0,007%.
Angka kesakitan penyakit DBD sebanyak 0,03 % atau 150 % dari target
0,06 % keberhasilan ini antara lain dilaksanakannya :
1. Penyuluhan.
2. Penggerakan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang
nyamuk).
3. Abatisasi / penaburan bubuk abate.
4. Penyelidikan Epidimologi/PE (kunjungan lapangan) setiap ada
kasus.
5. Pemantauan jentik berkala secara rutin oleh kader, anak
sekolah, institusi, dimasyarakat dan sekolah.
6. Penyemprotan atau fogging.
7. Penyebaran informasi tentang DBD melalui leaflet, poster,
spanduk dan media cetak.
8. Tolk show melalui media elektronik.
9. Penetapan protap dengan penetapan sebagai berikut :
- Melakukan penyelidikan PE, setiap ada informasi kasus
dalam waktu 1 X 24 jam.
- Bila hasil PE mendukung fogging maka dalam waktu 3 X 24
jam dilakukan fogging / penyemprotan.
10.Koordinasi lintas batas dengan wilayah perbatasan ( Kota
Yogja, Bantul).
Menurunnya angka kesakitan diare pada semua balita sebesar 16 per
1000 penduduk atau 143,66 % dari target 23 per 1000 penduduk.
Keberhasilan tersebut disebabkan adanya :
1. Pemberian penyuluhan kepada masyarakat.
2. Penyebaran informasi melalui media cetak seperti leaflet.
3. Pemantaun kasus melalui laporan mingguan dari puskesmas
sejumlah 24 dan rumah sakit sejumlah 6.
4. Pemberian stimulan jamban dan material lainnya untuk
pembuatan jamban keluarga kepada kelompok masyarakat.
5. Pembagian kapurit untuk kapurisasi pada sumber air minum.
6. Tatalaksana penderita diare secara tepat baik di puskesmas,
rumah sakit, pemerintah maupun swasta.
7. Respon cepat terhadap setiap informasi dengan penggerakan
jumlah kasus tim gerak cepat Kabupaten (TGC).
Pencapaian target kinerja yang terdiri dari 40 indikator menunjukkan
bahwa tingkat capaian sasaran secara umum sesuai dengan yang
ditargetkan. Sasaran-sasaran tersebut dicapai melalui program utama:
1. Perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat;
2. Perbaikan gizi;
3. Upaya kesehatan
Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat:
- Tersedianya Puskesmas dan klinik pengobatan yang tersebar di
Kabupaten Sleman.
- Kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan sarana kesehatan
yang ada.
Capaian indikator kinerja kegiatan (outputs) utama antara 99,4%
sampai dengan 100 % atau rata-rata 99,3%dari target yang ditentukan
dengan dukungan dana sebesar Rp.105.682.858,15 sehingga daya dukung
terhadap pencapaian kinerja dari sasaran tersebut sangat signifikan.
Adapun kegiatan utama yang mendukung pencapaian sasaran tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan, pelatihan, pembentukan PHBS sekolah.
2. Pemberdayaan kader pos yandu
3. Pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Napza
4. Penanganan gizi makro
5. Pemberantasan penyakit DBD dan malaria
6. Pemberantasan penyakit pes, antrak, kusta, infeksi saluran
pernafasan akut Phenomia (ISPA) ,TBC, Diare
7. Penanganan KLB(penyakit keracunan makanan dan kedaruratan
lainnya)
8. Pemeriksaan Cholinesterase penyemprot pestisida
9. Pengelolaan dan pelaksanaan imunisasi
10.Pengamatan pelacakan dan penanggulangan KIPI ( kejadian
ikutan pasca imunisasi) kewaspadaan dini terhadap penyakit
11.Penanganan kesehatan rawan penyakit dan bantuan rehap medik
penderita cacat gakin
12.Pengelolaan dan pembinaan KIA
13.Sosialisasi kesehatan reproduksi
Hambatan / masalah :
1. Penanggulangan penyakit DBD.
Di beberapa kecamatan terjadi peningkatan kasus DBD terutama
di Kecamatan Depok, Sleman.
2. Gizi buruk pada balita.
Upaya / Pemecahan Masalah yang dilakukan adalah :
1. Penanggulangan penyakit DBD.
Dalam rangka memutus rantai penularan penyakit DBD
diterapkan dengan kebijakan : setiap ada laporan DBD
puskesmas harus melakukan penyelidikan epidemiologi (PE)
dalam waktu 1 X 24 Jam. Apabila dari hasil penyelidikan
epidemiologi (PE) menunjukkan kasus tersebut potensial
menjadi fokus penularan, maka dalam waktu 3 X 24 Jam harus
sudah dilakukan fogging fokus dengan radius 100 – 200 M
(sekitar 100 rumah / bangunan) disertai gerakan PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk).
2. Gizi buruk pada balita.
- Pemberian informasi yang proporsional ke mas media
tentang situasi dan kondisi status gizi pada balita dan
kebijakan yang telah diambil oleh Pemerintah Daerah.
- Pelaksanaan penyelidikan epidemiologi (PE) oleh petugas
puskesmas jika ada laporan kasus gizi buruk dan tindak
lanjut penatalaksanaan kasus tersebut.
- Pelaksanaan survai pemantauan status gizi (PSG) pada
seluruh balita di posyandu serentak pada bulan Februari.
- Pemberian makanan tambahan (PMT) susu bagi balita dan ibu
hamil Gakin.

Minggu, 01 November 2009

MEROKOK SEBUAH PRILAKU YANG IRASIONAL

Merokok Sebuah Perilaku yang Irasional


Bagaimana kira-kira tanggapan anda bila anda ditawari oleh seseorang atau iklan tertentu yang gencar menawarkan sebuah produk makanan dan minuman, dimana produk tersebut ternyata dapat menyebabkan anda menderita kanker, dapat menyebabkan anda menderita penyakit jantung, dapat menyebabkan anda impoten, bahkan katanya produk tersebut cenderung makruh dan haram. Produk tersebut juga menawarkan bonus lainnya seperti dapat menyebabkan anda ketagihan dan dapat menyebabkan kebotakan. Bila anda ditawari produk tersebut, mungkinkan anda membeli dan mengkonsumsinya ? Secara rasional tentu kita tidak akan membeli dan mengkonsumsi produk tersebut. Namun bagi produk yang namanya rokok, hal itu ternyata tidak berlaku bagi masyarakat kita.


Konsumsi rokok masyarakat Indonesia ternyata masih cukup tinggi. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 (Depkes, 2006) menunjukkan bahwa penduduk usia 15 tahun ke atas yang merokok tercatat sebanyak 34,44%, terdiri dari merokok setiap hari 28,35% dan kadang-kadang 6,09%. Riset Kesehatan Dasar (2007) menunjukkan bahwa penduduk usia lebih dari 10 tahun yang merokok setiap hari sudah mencapai 23,7%. Secara nasional persentase yang merokok tiap hari tampak tinggi pada kelompok umur produktif 25-64 tahun dengan rentang rerata 29% sampai 32%. Hasil penelitian terhadap sektor informal (Bambang Setiaji, 2006) menunjukkan bahwa 85% tukang ojek mempunyai kebiasaan merokok. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap tukang ojek adalah 11 batang rokok perhari, dengan rata-rata pengeluaran untuk rokok perhari mencapai Rp 7.500,-.Sebagian besar tukang ojek (85%) pernah mengalami kesulitan uang untuk berobat. Mereka mencari uang untuk berobat dengan cara meminjam (39%), meminta bantuan saudaranya (37%), menjual barang/harta (17%), dan minta kartu SKTM (7%). Hampir semua tukang ojek yaitu 97% merasa khawatir bila suatu saat mereka sakit. Menurut sebagian besar mereka (73%) kekhawatiran yang timbul adalah tidak punya uang dan hilangnya kesempatan mencari nafkah. Sebagian besar tukang ojek (86%)mengatakan bila sakit akan mengganggu pekerjaan sehari-harinya, kurang lebih selama 4 hari. Perkiraan rata-rata kehilangan pendapatan selama sakit kuranglebih Rp 83.000,-


Data dari profil tembakau Indonesia (2008), menunjukkan bahwa belanja rokok rumah tangga perokok diIndonesia menempati urutan nomor 2 (10,4%) setelah makanan pokok padi-padian(11,3%), sementara pengeluaran untuk daging, telur dan susu besarnya rata-ratahanya 2%. Pengeluaran untuk rokok lebihdari 5 kali lipat pengeluaran untuk makanan bergizi. Dilihat dari proporsitotal pengeluaran bulanan, belanja rokok mencapai lebih dari 3 kali pengeluaran untuk pendidikan (3,2%) dan hampir 4 kali lipat pengeluaran untuk kesehatan(2,7%).


Berbagai hasil penelitian baik dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa perilaku merokok terbukti dapat berdampak buruk terhadap kesehatan dan ekonomi keluarga. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan jumlah kematian di dunia akibat konsumsi rokok pada tahun 2030 akan mencapai 10 juta orang setiap tahunnya dan sekitar 70% diantaranya terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan rakyat Indonesia pada tahun 2007 membakar uang untuk merokok senilai lebih dari Rp 120 triliun (Thabrany, 2008).


Kebanyakan dari perokok tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang diperalat oleh produsen rokok agar terus mengkonsumsi rokok demi keuntungan mereka. Propaganda terus dilakukan oleh produsen rokok agar para perokok tetap menggangap kebiasaan merokok sebagai suatu perilaku yang rasional dan umum dilakukan. Padahal sudah jelas perilaku merokok merupakan suatu perilaku yang tidak rasional dan banyak mudharatnya.

JANGAN REMEHKAN INSOMNIA

Jangan Remehkan Insomnia..!!!

Anda sering mengalami gangguan susah tidur? Saat semua orang menikmati istirahat panjang di malam hari, anda justru tetap terjaga? Kalau anda menjawan YA, maka mulailah menganggap bahwa ini adalah hal serius. Jangan sekali-kali meremehkannya, karena gangguan tidur berpotensi menyebabkan kematian.

Menurut Dr Olga Parra yang melakukan penelitian bersama tim peneliti dari University Hospital Barcelona, Spanyol, kesulitan tidur atau 'sleep apnea' bisa berdampak pada naiknya resiko stroke yang mengakibatkan kematian. Kesulitan selama tidur kemungkinan disebabkan oleh adanya gangguan secara berkala saat mengambil nafas.

Ini bisa menjadi resiko baru sebuah kematian yang disebabkan oleh stroke. Kesulitan untuk tidur atau 'sleep apnea' diperkirakan dialami hampir 20% orang dan setidaknya gangguan pernafasan itu mengalami masa interval 10 detik atau lebih yang bisa dialami selama 300 kali dalam semalam.

Dalam penelitiannya, Dr Olga Parra melibatkan 161 pasien penderita stroke untuk melihat hubungan antara resiko stroke dengan 'sleep apnea'. "Penelitian kami merupakan kali pertama yang menyebut adanya hubungan antara 'sleep apnea' dan stroke yang bisa menimbulkan kematian," ujarnya. Hubungan itu sangat jelas dimana 'sleep apnea' merupakan gangguan pernafasan selama tidur karena terhambatnya aliran udara.

Dr Olga Parra mulai melakukan monitoring atas penderita stroke setelah pihak rumah sakit mendapati kenyataan adanya pasien yang mengalami stroke setelah mengalami gangguan selama tidur. Selama hampir 30 bulan melakukan penelitian, Dr Olga Parra menghadapi kenyataan bahwa 22 dari 161 pasien meninggal dunia.

Setengah dari 22 pasien itu mengalami serangan stroke tahap kedua. Pasien yang paling tinggi dari 161 pasien itu adalah penderita 'sleep apnea' dan menduduki resiko paling tinggi mengalami stroke. Demikian kesimpulan tim pimpinan Dr Olga Parra yang dipublikasikan oleh the European Respiratory Journal.

Stroke merupakan penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian dan terjadi jika aliran darah ke otak mengalami hambatan. Karena mengalami hambatan maka aliran oksigen tidak bisa mengalir ke otak. Menurut WHO di tahun 2002 silam diperkirakan 5.5 juta orang meninggal diseluruh dunia karena stroke.

Mengomentari hasil penelitian Dr Olga Parra itu, Ludger Grote dari Sahlgrenska Hospital, Swedia, mengatakan penelitian itu membuat orang makin memahami peran 'sleep apnea' pada pasien penderita stroke. "Studi Dr Olga Parra memperjelas potensi sleep apnea pada penderita stroke. Hal itu bisa menjadi sebuah pertimbangan untuk melihat implikasi untuk melakukan manajemen stroke."

Kini Dr Olga Parra akan menyebarluaskan hasil studi mereka ke pusat rehabilitasi 'sleep apnea' diseluruh Spanyol untuk mengurangi angka kematian akibat stroke. Lima tahun kedepan Dr Olga Parra berharap bisa dimunculkan hasil studi yang baru.

CHILD ABUSE` PENGARUHI POLA MAKAN

'Child Abuse' Pengaruhi Pola Makan

Wanita yang secara fisik mengalami kekerasan pada waktu anak-anak akan dua kali lebih tinggi rentan atas penyakit atau gejala kegagalan untuk makan. Demikian hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr Bernard L Harlow dari Harvard University School atas 732 wanita berusia 36-44 tahun.

Para wanita yang dijadikan obyek penelitian Dr Bernard L Harlow itu mengakui bahwa semasa kecil mereka mengalami perlakukan kasar. Sebuah dampak yang membuat para wanita itu ketika beranjak dewasa mengalami masalah dengan mengkonsumsi makanan. Namun dampak yang paling besar dialami adalah akibat perlakuan keras dan pelecehan seksual saat mereka masih gadis.

Hasil penelitian Dr Bernard L Harlow itu dipublikasikan dalam The medical journal Epidemiology. Kekerasan saat kecil memang sudah lama mejadi salah satu faktor penyebab timbulnya gejala atau penyakit sulit makan seperti anorexia dan bulimia. Gejala Bulimia ini pernah dialami oleh mendiang Putri Wales, Putri Diana yang stress akibat perlakuan yang diterimanya.

Akibatnya ia mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Dr. Bernard L. Harlow dan tim dari Harvard School melakukan survey atas sejumlah wanita dengan pertanyaan apakah mereka pernah mengalami perlakuan kejam atau pelecehan seksual semasa mereka masih kanak-kanak. Perlakuan kasar termasuk dengan perbuatan tidak pada tempatnya oleh para anggota keluarganya.

Gejala anorexia dan bulimia hampir terjadi pada semua responden wanita dimana 102 wanita memiliki gejala yang jelas sementara 49 wanita lainya harus melakukan konsultasi dengan dokter mengenai gejala yang mereka alami. Seorang gadis akan mengalami gejala anorexia atau bulimia dua kali lebih besar jika kepadanya pernah mengalami perlakuan keras semasa kecil.

Malah resiko itu akan naik tiga hingga empat kali pada wanita yang mengalami kekerasan fisik dan seksual sekaligus. Secara umum, Dr Bernard L Harlow memberikan kesimpulan bahwa para wanita yang mengalami kekerasan pada waktu kecil memerlukan konsultasi dengan seorang dokter untuk mendapatkan upaya penyembuhan dan pencegahan dari anorexia dan bulimia.