Senin, 19 Oktober 2009

Kumpulan Sajak

Kumpulan Sajak

S I N O P S I S
Tanpa Paksa


Gagak itu telah kembali ke hutan
Lidah kelu memaksanya meninggalkan hulu
Gurami kehilangan tanda menyambut hujan
Kodok pun hanya bisa berharap datang petir
agar mereka bisa kembali bernyanyi

Kuda Sembrani tak lagi perkasa
Naga Kepala Tujuh kehilangan nafasnya
Keledai Nabi yang tetap berdendang
Merayakan hati yang riang
Telah lenyapkah kejayaan buglon
Hilangkah keperkasaan Leopard

Kemana kicaumu burung-burung di angkasa
Dimana kini rimba itu
Tiadakah lagi tempat tersisa, setelah semuanya sirna
Besarlah selalu namaMu di sana
Sampai tersedia tempat bagiku
Entahlah
Sampai kapan
dan
Sampai kapan?

Andai


Seandainya satu menjadi dua
Tidak akan ada lagi tiga
Semua genap
Tanpa harus ada tanda tanya

Setiap hembusan nafas yang terhitung
Jejak langkah tetap dibatasi

Setiap kata terucap

Hati tetap menjerit kesakitan
Gulana membalut jiwa

Andai dan andai saja
Semua tak lagi berulang

Sayu


Mata yang terus menatap
Mulut yang terus berucap
Kaki yang terus melangkah
Tangan yang selalu menadah

Hati takkan berpaling
Tetap satu dengan jiwa

Aneh!
Hati tetap dibalut tulang ditutupi daging
Kenapa tak ganti saja mereka
Sesekali bertukar peran

Setidaknya langit tidak lagi mendung
Dan mentari tetap sampai terlihat keemasan dibaluti warna jingga di ufuk barat
Berpendar di seluruh jagad


Hitam putih

Riang
Hati tak lagi menuai bara
Angin sepoi masuki aliran darah

Sejenak
Damainya dunia
Dunia di bawah otak
Tempat berpancar sinar asa

Indah dan gelap
Tetap tak bisa di pisah
Sekali bercahaya, tetap saja terang di dalam gelap


Punya siapa?
Hanya yang empu cahaya
Punya cerita

Dibalut luka?
Siapa yang hendak bercerita
Hanya untuk jiwa yang merana




Sepenggal cerita

Gadis
Tak lagi harum tubuhmu menghiasi dinding di hatiku
Wangi mawar tak lagi menggodaku

Daun ilalang selalu disiangi
Tak akan sampai menyentuh bahkan menciumi wangi kelopakmu

Tetapi sesekali kulihat di tangkaimu menetes cairan sebening air dari tanah
Merembes ketika ia harus meninggalkan tamannya
Tempat dimana ada kehangatan yang selalu menyambut ceria
Tempat dimana ada perdu lainnya yang tidak berharga

Di luar taman ada kebun bahkan ada tempat terindah
Hati setiap orang yang ingin mencinta
Mendamba mawar penebar wangi
Kau kan jadi kebanggan untuk setiap hati yang bahagia

Namun ketahuliah
Dinding hatiku yang berada di sekat tetap kosong
Tak ingin lagi di isi
Mawar lainnya pun tak mampu menempatinya

Tetaplah menjadi mawar
Menebar wangi di setiap hati terluka




Mawar dimana

Apa kabar mawarku?
Lama tak jumpa

Sama seperti dulu
Ketika berada di sampingku

Kurasa mawar it memiliki vas yang sangat cantik
Yang berpindah dari hati yang terusik
Menuju jalan penuh cahaya



Hitam
Putih
Biru
Merah
Hijau
Kuning

Hebatnya dirimu
Kadang

Merah jambu
Abu-abu
Jingga
Coklat
dan semuanya



Pernah menangis seketika
Di saat hati bersuka ria

Pernah ketawa seketika
Di saat hati bersuka cita

Tak pernah punya makna
Selama ada dua mata

Bisa lebih tajam
Untuk siapa saja

Tapi jangan lupa
Bisa lebih tajam untuk beri luka

Tak akan pernah ada yang suka
Di kala jiwa penuh tanda tanya
Bertanya tentang duka karena luka diiris cinta




Siapa tidak hendak bicara ketika keledai mulai bersuara


Di saat menjadi smapah semuanya bisa menjadi tidak beharga
Terlempar, terkubur, terseok-seok dan sampai di TPA

Sedihnya ketika hanya bermakna bagi orang yang punya jiwa
Punya hati serta asa untuk sekedar bertahan
Berdiri kokoh mengalahkan ganas bangunan di sekitarnya

Hanya secuilkah orang melihat kekayaannya
Melihat besar gunanya
Seperti hati yang penuh gundah
Tak lagi terjamah
Di negeri antah berantah
Dan tak memiliki titah




Anak-anak itu menjerit
Suara mereka memecah kesibukan dengan tiba-tiba
Semua terdiam
Kembali mendengar luka di hati-hati yang kecil
Mereka kembali ingat akan cerita
Dongeng itu harus kembali dibaca
Sekedar penenang hati-hati yang perih, merintih
Cepatlah!
Sebelum suara itu bertambah serak
Selagi hati dapat berkaca
Kepada derita anak nusantara



Bosan...
Aku sepi ketika kau temani
anehnya, bahkan lebih sepi lagi ketika kau tak ada





Gambarku dimana?
Kemana semua gambar-gambar hidup itu
Mereka hilang
Tapi, bukankah ada kanvas yang tersisa di dinding langit
Tambah tak mengerti lagi
Siapa sebenarnya yang ada dalam goresan cat di kanvas itu
Ia bergerak, tapi tidak ada satu pun melihat
Semuanya tertutup telinga
Hidung pun tak lagi mencium
Cantik, wangi, merdu tak lagi ada
Lelah...




Ingin kutulis sajak garpu
yang ada di timur dapur
Ia bisa mnyimpan rahasia
Si pemakai yang tak tahu akan guna
Si pemakai yang terlupa
Si pemakai dengan kegundahan jiwa
dan
Si pemakai sejuta cara
tak pernah terlupa dalam ingatan yang tak terkata
Garpu itu pun tak pernah merasa
Ia igin tetap setia
Dengan tuan yang merana





Lagu itu kunyanyikan lagi
Sekarang, dengan sajak yang kuukir tadi
Riangnya hati dendang terdengar lagi
Mengisi ruang sepi
Permukaan hati yang mati




Mata tak lagi terjaga
oh, beratnya hati ini beri indah
Biarkan lah tubuh ini di pembaringan
sejenak
Menata esok yang mungkin kembali kelam
Atau, kelam yang kembali
biarlah
Semua ada harus dicoba
Aral takkan lagi membendung
Tetapkan hati teguh
Terlupa gunda gulana langit yang mendung
cerah
Dengan sejuta asa
Tak terputus sepanjang masa
Kembalinya pembawa suka
Gembira pun tiada terhingga
Lega...





Mudanya dicari
Parasnya terluka
Bibirnya tersayat
Matanya kaku
Lidah kelu
dan tubuh melayu
Meraung-raung di kegelapan
Biarkan saja tetap berlalu
Angin tetap datang dan pergi
Mungkin saja esok ada yang terbawa
Tetap ada jika adanya
Berebut di keterangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar