Kumpulan Sajak
S I N O P S I S
Tanpa Paksa
Gagak itu telah kembali ke hutan
Lidah kelu memaksanya meninggalkan hulu
Gurami kehilangan tanda menyambut hujan
Kodok pun hanya bisa berharap datang petir
agar mereka bisa kembali bernyanyi
Kuda Sembrani tak lagi perkasa
Naga Kepala Tujuh kehilangan nafasnya
Keledai Nabi yang tetap berdendang
Merayakan hati yang riang
Telah lenyapkah kejayaan buglon
Hilangkah keperkasaan Leopard
Kemana kicaumu burung-burung di angkasa
Dimana kini rimba itu
Tiadakah lagi tempat tersisa, setelah semuanya sirna
Besarlah selalu namaMu di sana
Sampai tersedia tempat bagiku
Entahlah
Sampai kapan
dan
Sampai kapan?
Andai
Seandainya satu menjadi dua
Tidak akan ada lagi tiga
Semua genap
Tanpa harus ada tanda tanya
Setiap hembusan nafas yang terhitung
Jejak langkah tetap dibatasi
Setiap kata terucap
Hati tetap menjerit kesakitan
Gulana membalut jiwa
Andai dan andai saja
Semua tak lagi berulang
Sayu
Mata yang terus menatap
Mulut yang terus berucap
Kaki yang terus melangkah
Tangan yang selalu menadah
Hati takkan berpaling
Tetap satu dengan jiwa
Aneh!
Hati tetap dibalut tulang ditutupi daging
Kenapa tak ganti saja mereka
Sesekali bertukar peran
Setidaknya langit tidak lagi mendung
Dan mentari tetap sampai terlihat keemasan dibaluti warna jingga di ufuk barat
Berpendar di seluruh jagad
Hitam putih
Riang
Hati tak lagi menuai bara
Angin sepoi masuki aliran darah
Sejenak
Damainya dunia
Dunia di bawah otak
Tempat berpancar sinar asa
Indah dan gelap
Tetap tak bisa di pisah
Sekali bercahaya, tetap saja terang di dalam gelap
Punya siapa?
Hanya yang empu cahaya
Punya cerita
Dibalut luka?
Siapa yang hendak bercerita
Hanya untuk jiwa yang merana
Sepenggal cerita
Gadis
Tak lagi harum tubuhmu menghiasi dinding di hatiku
Wangi mawar tak lagi menggodaku
Daun ilalang selalu disiangi
Tak akan sampai menyentuh bahkan menciumi wangi kelopakmu
Tetapi sesekali kulihat di tangkaimu menetes cairan sebening air dari tanah
Merembes ketika ia harus meninggalkan tamannya
Tempat dimana ada kehangatan yang selalu menyambut ceria
Tempat dimana ada perdu lainnya yang tidak berharga
Di luar taman ada kebun bahkan ada tempat terindah
Hati setiap orang yang ingin mencinta
Mendamba mawar penebar wangi
Kau kan jadi kebanggan untuk setiap hati yang bahagia
Namun ketahuliah
Dinding hatiku yang berada di sekat tetap kosong
Tak ingin lagi di isi
Mawar lainnya pun tak mampu menempatinya
Tetaplah menjadi mawar
Menebar wangi di setiap hati terluka
Mawar dimana
Apa kabar mawarku?
Lama tak jumpa
Sama seperti dulu
Ketika berada di sampingku
Kurasa mawar it memiliki vas yang sangat cantik
Yang berpindah dari hati yang terusik
Menuju jalan penuh cahaya
Hitam
Putih
Biru
Merah
Hijau
Kuning
Hebatnya dirimu
Kadang
Merah jambu
Abu-abu
Jingga
Coklat
dan semuanya
Pernah menangis seketika
Di saat hati bersuka ria
Pernah ketawa seketika
Di saat hati bersuka cita
Tak pernah punya makna
Selama ada dua mata
Bisa lebih tajam
Untuk siapa saja
Tapi jangan lupa
Bisa lebih tajam untuk beri luka
Tak akan pernah ada yang suka
Di kala jiwa penuh tanda tanya
Bertanya tentang duka karena luka diiris cinta
Siapa tidak hendak bicara ketika keledai mulai bersuara
Di saat menjadi smapah semuanya bisa menjadi tidak beharga
Terlempar, terkubur, terseok-seok dan sampai di TPA
Sedihnya ketika hanya bermakna bagi orang yang punya jiwa
Punya hati serta asa untuk sekedar bertahan
Berdiri kokoh mengalahkan ganas bangunan di sekitarnya
Hanya secuilkah orang melihat kekayaannya
Melihat besar gunanya
Seperti hati yang penuh gundah
Tak lagi terjamah
Di negeri antah berantah
Dan tak memiliki titah
Anak-anak itu menjerit
Suara mereka memecah kesibukan dengan tiba-tiba
Semua terdiam
Kembali mendengar luka di hati-hati yang kecil
Mereka kembali ingat akan cerita
Dongeng itu harus kembali dibaca
Sekedar penenang hati-hati yang perih, merintih
Cepatlah!
Sebelum suara itu bertambah serak
Selagi hati dapat berkaca
Kepada derita anak nusantara
Bosan...
Aku sepi ketika kau temani
anehnya, bahkan lebih sepi lagi ketika kau tak ada
Gambarku dimana?
Kemana semua gambar-gambar hidup itu
Mereka hilang
Tapi, bukankah ada kanvas yang tersisa di dinding langit
Tambah tak mengerti lagi
Siapa sebenarnya yang ada dalam goresan cat di kanvas itu
Ia bergerak, tapi tidak ada satu pun melihat
Semuanya tertutup telinga
Hidung pun tak lagi mencium
Cantik, wangi, merdu tak lagi ada
Lelah...
Ingin kutulis sajak garpu
yang ada di timur dapur
Ia bisa mnyimpan rahasia
Si pemakai yang tak tahu akan guna
Si pemakai yang terlupa
Si pemakai dengan kegundahan jiwa
dan
Si pemakai sejuta cara
tak pernah terlupa dalam ingatan yang tak terkata
Garpu itu pun tak pernah merasa
Ia igin tetap setia
Dengan tuan yang merana
Lagu itu kunyanyikan lagi
Sekarang, dengan sajak yang kuukir tadi
Riangnya hati dendang terdengar lagi
Mengisi ruang sepi
Permukaan hati yang mati
Mata tak lagi terjaga
oh, beratnya hati ini beri indah
Biarkan lah tubuh ini di pembaringan
sejenak
Menata esok yang mungkin kembali kelam
Atau, kelam yang kembali
biarlah
Semua ada harus dicoba
Aral takkan lagi membendung
Tetapkan hati teguh
Terlupa gunda gulana langit yang mendung
cerah
Dengan sejuta asa
Tak terputus sepanjang masa
Kembalinya pembawa suka
Gembira pun tiada terhingga
Lega...
Mudanya dicari
Parasnya terluka
Bibirnya tersayat
Matanya kaku
Lidah kelu
dan tubuh melayu
Meraung-raung di kegelapan
Biarkan saja tetap berlalu
Angin tetap datang dan pergi
Mungkin saja esok ada yang terbawa
Tetap ada jika adanya
Berebut di keterangan
Senin, 19 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar